Friday, April 20, 2012

Season 2 #Twitteriak Eps. 15 bersama #PerkaraMengirimSenja



Nama Seno Gumira Ajidarma sudah malang melintang di dunia sastra Indonesia dan internasional. Pria kelahiran Boston, 19 Juni 1958 ini merupakan sosok pembangkang. Ayahnya adalah profesor guru besar Fakultas MIPA UGM, sementara ia sendiri memilih untuk menjadi sastrawan. Karya-karya sastranya meliputi kumpulan cerpen, drama, novel, dan komik. Cerpen-cerpennya telah muncul di harian Kompas, Media Indonesia, Republika, Koran tempo, majalah Matra, Djakarta!, Horison, dan attitude. Beliau pun pernah mengembara mencari pengalaman hidup karena terpengaruh oleh cerita petualangan Old Shatterhand dari Karl May.
Seno Gumira Ajidarma memang sosok yang seru! Hidup dan karyanya adalah sumur ide yang tak berdasar sehingga tidak heran banyak yang terpukau dengan karya-karyanya, termasuk 14 anak muda dengan beragam profesi yang berupaya merespon karya-karya Seno Gumira Ajidarma dalam bentuk tribut yang dinamai Perkara Mengirim Senja. Keempat belas anak muda ini ada yang berprofesi sebagai novelis, penyair, editor, ilustrator, jurnalis, pustakawan, dan musisi.
Tribut untuk Seno Gumira Ajidarma lahir dalam bentuk kumpulan cerpen yang diterbitkan oleh Penerbit Serambi pada bulan April 2012 dengan judul Perkara Mengirim Senja. Ide awal pembuatan buku Perkara Mengirim Senja ini dicetuskan oleh Faizal Reza, salah satu penulis cerpen di dalam buku tersebut. Ia juga membuat trailer Perkara Mengirim Senja yang dapat dilihat di Alinea TV.
Judul “Perkara Mengirim Senja” sendiri diambil dari cerpen lama karya Jia Effendiee, juga salah satu penulis di dalam buku ini, yang ditulis pada tahun 2007. Jia Effendie merupakan penanggung jawab pengumpulan naskah dari berbagai penulis muda. Nah, keseluruhan gambar yang terdapat di dalam buku ini termasuk sampulnya adalah karya Lala Bohang, seorang ilustrator penyuka karya Seno Gumira Ajidarma. Di samping membuat ilustrasi untuk buku ini, Lala juga turut menyumbang satu cerpen berjudul “Kuman”.
Cerita-cerita yang terdapat di dalam buku Perkara Mengirim Senja merupakan tafsiran ulang para penulis-penulis muda terhadap karya Seno Gumira Ajidarma. Beliau juga sudah mengetahui bahwa buku tribut ini akan terbit dan memberikan dukungan sepenuhnya. Perlu diketahui bahwa tribut untuk Seno Gumira Ajidarma adalah karya tribut pertama dalam sejarah Sastra di Indonesia.
Untuk menemani kalian membaca buku Perkara Mengirim Senja, jangan lupa dengarkan juga mixtape-nya, langsung dipilih oleh para penulis, yang dapat diunduh di sini.
Nah, seperti apa proses pembuatan di balik buku Perkara Mengirim Senja? Yuk mari kita simak obrolan twitteriak dengan tiga orang penulis yang terlibat di baliknya: Jia Effendie, Lala Bohang, dan Faizal Reza Iskandar.
#Twitteriak : Langsung kita buka dengan pertanyaan untuk Jia Effendie, Lala Bohang, dan Faizal Reza. Kenalin donk siapa diri kalian sehari-hari?
Jia Effendie : Sehari-hari, saya adalah Managing Editor Atrianic, kerjaannya milih naskah keren buat diterbitin. :)
Lala Bohang : Sehari-hari bekerja sebagai stylist di majalah interior dan menggambar di malam serta akhir minggu (juga).
Faizal Reza : Hai! Saya Faizal Reza. Profesi: editor video. Kerjaannya ngedit TVC, company profile, video klip dll gitu deh :) )
#Twitteriak : Kapan baca karya Seno Gumira Ajidarma (SGA) dan mana yang membekas?
Jia Effendie : Pertama kali baca karya SGA 10 tahunan lalu. Yang berkesan banyak banget. Terutama sih dari kumcer “Patung” sama “Sepotong Senja buat Pacarku”.
Lala Bohang : Pertama kali baca kumpulan cerpen SGA “Sebuah Pertanyaan Untuk Cinta” (1996) di tahun 2000. Sejak itu terus berburu karyanya. Yang paling membekas adalah kisah cinta absurd Sukab dan Alina yang sering muncul dalam tiap karya SGA seperti puzzle.
Faizal Reza : Saya baru baca karya SGA 3-4 tahun yg lalu. Telat ya? Paling suka cerpen “Laki-laki yang Terindah”.
#Twitteriak : SGA itu siapa? Dalam bahasa kalian sendiri.
Jia Effendie : Dia sastrawan yang bikin saya nulis lagi. Cerpen-cerpen awal saya terpengaruh banget sama karyanya.
Lala Bohang : SGA itu penulis gila yang membuat pembacanya mengalami ‘badai otak’ dan kepribadian. Sungguh.
Faizal Reza : Buat saya dia adalah ‘maestro’. Saya yang notabene bukan penikmat sastra pun bisa larut dalam cerpen-cerpennya.
#Twitteriak : Kalian bertiga dan yang 11 sudah saling kenal sebelumnya? Kok bisa saling tahu suka SGA?
Jia Effendie : Yang pilih penulisnya saya. Feeling aja sih. Pas nyebut SGA, mereka langsung antusias.
Lala Bohang : Beberapa sudah saling kenal atau sudah saling ‘stalking karya’. Yang saling kenal saling merekomendasikan nama.
Faizal Reza : Cuma kenal dan tau beberapa orang aja :) ). Tapi nama-nama mereka sudah cukup familiar di ranah literatur.
#Twitteriak : Mengapa yang dipilih dibuatkan tribut itu sastrawan SGA? Ide siapa sih?
Faizal Reza : Nah ini agak susah jawabnya. Sebagai bentuk kekaguman kali ya? Idenya sih dari saya.
Lala Bohang : Buat saya pribadi cuma SGA penulis yang membuat saya ‘tenggelam kelelep’ dan merasa dekat dengan karakter fiktif yang dia buat.
Jia Effendie : Kenapa SGA? Karena dia penulis favorit saya. #jawabangacerdas Rencananya pengen bikin tribut buat sastrawan lain sih.
#Twitteriak : Untuk Jia Effendie, bagaimana cara mengumpulkan 13 orang penulis lain ini? Apa ada lebih banyak lagi yang dilibatkan?
Jia Effendie : Aslinya lebih dari 14, ini hasil seleksi. Yang lucu waktu ketemu Theoresia Rumthe (@perempuansore) dan Maradilla Syachridar (@maradilla), ngajaknya ga sengaja.
#Twitteriak : Untuk Jia Effendie, ada 14 penulis, tapi kok ada 15 cerpen. Bisa dijelaskan?
Jia Effendie : Sebenarnya ada 16 cerpen. Aan Mansyur (@hurufkecil) nulis 2 cerpen dalam 1 judul. Sundea (@salamatahari) nulis 2 cerpen, karena bagus, dimasukin semua.
#Twitteriak : Apa hasil akhir tribut, yakni buku kumcer, sudah menjawab idealisasi bikin tribut untuk SGA?
Faizal Reza : Buat saya pribadi, belum. Masih ada hal lain yang lebih seru dan bisa kami lakukan lebih dari ini :)
Jia Effendie : Pertanyaannya susah. Boleh diskip? Haha. Biar pembaca yang menilai, kami udah melakukan yang terbaik sesuai idealisme kami :)
#Twitteriak : Katanya Lala Bohang mengerjakan seluruh ilustrasi. Mana ilustrasi paling favorit dan paling SGA banget. Tweetpic donk.
Lala Bohang : 2 ilustrasi favoritku yang paling SGA “Kirana Ketinggalan Kereta” -@maradilla dan “Empat Manusia” -@monstreza. SGA sering mengangkat absurditas konsep hubungan 2 manusia di cerita-ceritanya. Bahwa ‘normal’ dalam cinta itu nyaris tidak mungkin. Ilustrasi favoritku juga dapat mewakili satu hal paling jelas dari cerita Sukab & Alina “Relationship is a mess.”
Ilustrasi ini terlihat konsep 2 orang untuk selamanya itu gak mungkin, SGA banget ☺ “Empat Manusia”
Relationship itu bahagia tapi entah akan ‘mendarat’ di mana. “Kirana Ketinggalan Kereta”
#Twitteriak : Untuk Lala Bohang, apa kesulitan paling besar saat mengerjakan ilustrasi kumpulan cerita tribut untuk SGA ini?
Lala Bohang : Ilustrator/artist itu egois, untuk proyek kayak gini harus tidak egois. Mesti meleburkan ilustrasi dan feel keseluruhan buku. Bagaimana agar pembaca buku pun dapat menikmati buku ini sebagai sebuah kesatuan – unity. Yang jelas membayangkan SGA akan melihat semua ilustrasi ini, bikin panik.
#Twitteriak : Apakah pilihan judul Perkara Mengirim Senja terinspirasi dari Negeri Senja? (pertanyaan dari @mataharitimoer)
Faizal Reza : Itu biar dijawab @JiaEffendiee deh :) )
Jia Effendie : Waktu saya nulis “Perkara Mengirim Senja”, suka banget sama “Sepotong Senja buat Pacarku”. Kalau dicicipi cerpennya, kerasa Senonya.
#Twitteriak : Kesulitan terbesar apa yang dihadapi saat menafsir ulang karya SGA? (pertanyaan dari @nabilabudayana dan @peri_hutan)
Jia Effendie : Saya nulis ulang, ngga terlalu mengalami kesulitan. Yang susah itu pas proses pemilihan naskah. Ini cukup gambarin SGA ngga?
Faizal Reza : Buat saya kesulitan sama sekali nggak ada. Ceritanya udah di kepala sih. Tinggal ngetik.. :) )
Lala Bohang : Mencoba untuk tidak ‘hanyut’ dengan cerita aslinya dan mengijinkan otak mengkhayalkan cerita baru.
#Twitteriak : Seandainya tidak berprofesi seperti sekarang, kira-kira kalian bakal jadi apa/ kerja apa? (pertanyaan dari @dhilayaumil)
Jia Effendie : Petani kunang-kunang
Lala Bohang : I can’t imagine myself working in other profession. Drawing keep me sane. I used to be an architect, it drive me crazy.
Faizal Reza : Film, video dan literatur udah dunia saya dari lama sih. Selain di bidang ini, nggak tau mau kerja apa :) )
#Twitteriak : Kenapa cover Perkara Mengirim Senja warna biru? Bukan merah jingga yg memang warna senja? (pertanyaan dari @mariana_pink)
Lala Bohang : Kenapa senja harus selalu merah jingga?
#Twitteriak : Peristiwa paling nyebelin tapi berkesan yang terjadi selama proses apa aja? (pertanyaan dari @esvandiarisant)
Lala Bohang : Nggak ada sih, mungkin agak kecewa pas ilustrasi celana dalam besi dibajuin sama Jia Effendie :D
Faizal Reza : Errr… Pertanyaan susah. Sebelnya cuma karena lama nunggu buku terbit sih :) )
Jia Effendie : Peristiwa paling nyebelin selama proses ya skrg ini, wakt ujan-ujanan jemput bukunya. Ga pernah ngunjungin percetakan sebelumnya.
#Twitteriak : Pengalaman paling menyenangkan saat menggarap buku ini? (pertanyaan dari @dhilayaumil)
Jia Effendie : Semua! Nulisnya, ngumpulinnya, ngeditnya, nunggu ilustrasinya, bikin ostnya!
Lala Bohang : Saat diajak Jia Effendie untuk turut menyumbang cerita pendek di “Perkara Mengirim Senja”. Like a dream ☺ Waktu proses bikin ilustrasinya karena cerpennya harus aku baca satu-satu. Bahkan ada beberapa yang harus dibaca berulang-ulang. :P
#Twitteriak : Karya SGA yang paling ‘Wow’ menurut kalian? (pertanyaan dari @dhilayaumil)
Faizal Reza : Saya paling suka dengan kumcer ‘Sebuah Pertanyaan Untuk Cinta’.
Lala Bohang : Novel “Sepotong Senja Untuk Pacarku” beyond words!
Jia Effendie : Apa, ya? Hampir semua cerpen SGA itu wow. Jenius.
#Twitteriak : Ide siapa untuk membuat kumpulan ost mengiringi “Perkara Mengirim Senja?” (pertanyaan dari @perihutan)
Jia Effendie : Hampir semua ide konten maupun promo dateng dari saya :)#ambisius
Lala Bohang : Ide Jia Effendie.
#Twitteriak : Untuk Jia Effendie, sebagai editor, apa sempat merevisi cerpen dari penulis-penulis lain? (pertanyaan dari @)
Jia Effendie : Ada yang direvisi, ada yang bersih. Tentunya saya izin ke penulisnya :)
#Twitteriak : Kenapa “Perkara Mengirim Senja” cetakan pertama cuma bisa dibeli online? Kapan edar di toko bukunya? (pertanyaan dari @alvina13)
Jia Effendie : Strategi marketing. Edar di toko buku mulai Mei.
#Twitteriak : Gimana cara Jia Effendie, Lala Bohang, dan Faizal Reza membagi tugas dll? Suka beda pendapat ga? Gimana menyiasatinya? (pertanyaan dari @esvandiarisant)
Jia Effendie : Bagi tugas sesuai keahlian masing-masing. Lala bikin ilustrasi, Ikal bikin video teaser.
Faizal Reza : Saya cuma nulis cerpennya aja. Nggak terlibat dan jarang bantu di tugas-tugas lainnya :) ) #temandurhaka
Lala Bohang : Gak ada kesulitan, kami semua menyadari ‘job desk’ dan kapasitas masing hehe
#Twitteriak : Penasaran deh kenapa judul bukunya #PerkaraMengirimSenja? (pertanyaan dari @winiwin)
Jia Effendie : Soalnya judulnya bikin penasaran.
Lala Bohang : Senja adalah SGA. Sudah semestinya judul buku mencakup kata ‘senja’ yang berhasil diberi makna lebih oleh SGA.
#Twitteriak : Apa tujuan menafsir ulang karya SGA? Ada rencana menafsir ulang karya penulis lain? (pertanyaan dari @alvina13)
Faizal Reza : Denger-denger Jia Effendie udah ancang-ancang bikin tribut buat satu tokoh lagi tuh :) )
Jia Effendie : Memberi warna lain sastra Indonesia.
Demikian hasil obrolan ‘Jejak SGA dalam Perkara Mengirim Senja’ di obrolan #Twitteriak bersama Jia Effendie, Lala Bohang dan Faisal Reza mewakili penulis “Perkara Mengirim Senja”. Semoga obrolan ini bermanfaat.

1 comment: